Taken from :
http://chikupunya. multiply. com/journal/ item/48
Kali ini, ingin membahas karakteristik dan nilai-nilai dalam
masyarakat Jepang, khususnya nilai "Bushido". Sering dengar kata
bushido kan? Pasti tahu deh, apalagi kalau sering lihat anime or baca
komik yang setting-annya zaman Jepang kuno.....
Menurut Inazo Nitobe dalam bukunya yang berjudul "Bushido", Bushido
atau "Jalan Samurai" (bushi = samurai, do = jalan)
merupakan "kepribadian bangsa Jepang, dan jiwa ksatria yang
merangsang pikiran, emosi dan sikap hidup sehari-hari masyarakat
Jepang, serta menjadi azas moral yang harus dihayati golongan
ksatria". Inazo Nitobe (1862 – 1933) yang merupakan bapak liberalisme
Jepang, menulis buku ini pada tahun 1897. Nitobe berjasa dalam
memperkenalkan Jepang kepada dunia Barat. Karena jasa tersebut,
gambar Nitobe diabadikan dalam lembar uang 5000 yen.
Oh ya, lanjut lagi......Bushido juga menjadi pengganti pelajaran
agama dan pedoman moral serta etika bangsa Jepang. Sehingga tak heran
apabila nilai bushido ini amat terpatri dalam jiwa orang Jepang
hingga saat ini.
Menilik dari sejarah perkembangannya, nilai-nilai bushido mulai
muncul dan berkembang pada era / zaman feodal memegang pemerintahan
Jepang kuno. Pada zaman feodal ini, stratifikasi sosial atau
pengelompokan dalam masyarakat amat ketat dijalankan, dimana bushi /
samurai menempati posisi tertinggi dalam pengkelasan. Golongan
samurai amat disegani dan ditakuti oleh masyarakat golongan lain di
bawahnya, terlebih pada zaman Tokugawa, saat diterapkannya politik
sakoku (penutupan diri) dari dunia luar.
Hampir selama 250 tahun samurai berada di posisi tertinggi, sehingga
nilai-nilai kesamuraian menjadi sangat tersosialisasikan dalam
masyarakat Jepang. Pun walau akhirnya sakoku berakhir, dan Jepang
melakukan pembukaan diri secara paksa oleh Comodor Perry dari Amerika
Serikat (saat restorasi Meiji) terjadi, nilai-nilai ini tidak
tergoyahkan karena sudah terfragmentasi dalam masyarakat secara kuat
(proses selama ratusan tahun).
Jika melihat dari sumbernya, nilai-nilai bushido berasal dari :
Ajaran Budhisme. Dimana terdapat perasaan percaya, tenang pada nasib,
pasrah damai dalam hal-hal yang tidak terelakkan. Contoh : ketenangan
hati menghadapi bahaya/bencana, rasa bosan hidup, akrab dengan maut.
Selain itu, dalam Budha hinayana tidak ada konsep Sang Pencipta dan
konsep dosa. Maka dalam kasus ini, mati bunuh diri tidak ada sangkut
pautnya dengan nilai norma doktrinal agama. Yang ada hanyalah konsep
karma dimana "perbuatan yang baik akan berakibat baik pula", dan
begitu pula sebaliknya.
Shintoisme. Nilai-nilai kesetiaan pada kaisar / pemimpin dan hormat
pada arwah leluhur
Masih berdasarkan buku Nitobe, nilai-nilai Bushido antara lain
mencakup;
- Keberanian.
Keberanian ini dapat dilihat dari sikap orang Jepang dalam
mempertahankan kelompoknya (pengaruh "sistem ie"). Orang Jepang
bahkan sampai berani dan rela mati demi membela kelompoknya tersebut.
- Ketabahan hati
- Kehalusan budi dan lemah lembut
- Kejujuran
Diibaratkan bahwa kejujuran itu seperti "tulang", dimana ia
berkedudukan sebagai penopang utama. Bila tidak ada tulang, maka
mustahil apabila tubuh dapat berdiri. Seperti itulah urgensi
kejujuran bagi orang Jepang. Hal ini masi bertahan hingga sekarang,
misalnya dalam prinsip orang Jepang dalam berdagang, dimana kejujuran
kepada konsumen adalah yang paling utama.
- Cinta nama baik
Saking cintanya orang Jepang pada nama baik, mereka takkan segan
untuk keluar atau mundur dari institusi tempatnya bekerja (bahkan
pergi meninggalkan keluarganya) demi menjaga nama baik. Pada
tingkatan ekstrim, banyak orang Jepang yang memilih mati bunuh diri
daripada nama baiknya tercemar.
- Setia kepada tugas dan sumpah
- Memegang teguh janji kehormatan
- Tidak mengenal takut dalam melaksanakan tugas dan kewajiban
- Bertanggung jawab
- Rela menjalani hukuman mati secara mulia (seppuku /
harakiri)
Sikap ini sangat terkait dengan nilai-nilai bushido lainnya. Apabila
pada suatu ketika dimana orang Jepang merasa tugas yang dijalankannya
gagal, ia merasa bertanggung jawab dan sangat malu. Sebagai
konsekuensinya, ia rela menjalani hukuman mati dengan melakukan
seppuku / harakiri demi menjaga nama baik dirinya dan lembaga
tempatnya mengabdi. Ia lebih memilih mati, karena masyarakat Jepang
menganggap mati lebih terhormat daripada hidup menanggung malu.
- Tegas, bersedia menanggung segala konsekuensi
Dari semua gambaran tentang nilai Bushido ini, dapat diambil beberapa
pelajaran positif yang bisa kita tiru. Bahwa, Indonesia tidak kunjung
maju karena orang-orangnya tidak mau introspeksi diri dan selalu
mencari kambing hitam apabila terjadi kesalahan. Dengan kata lain
minim rasa tanggung jawab dan rasa malu! Perlulah kita belajar dari
Jepang tentang budaya malu, bertanggung jawab dan sikap tegas. Selain
itu, Indonesia sebagai negara beragama, masih perlu dikoreksi secara
besar-besaran, terutama dalam pola pikirnya.
Walaupun Jepang bukan negara beragama, nilai-nilai universal dalam
agama (kejujuran, tanggung jawab, dll) sudah terimplementasikan
secara baik dan sudah menjadi sistem kepribadian bagi setiap
orangnya. Sedangkan di Indonesia, nilai-nilai agama (agama apapun itu)
masih sebatas sistem pengetahuan saja, bukan sebagai sistem
kepribadian. Alias hanya sebatas teori, no action...... ........
Miris jadinya..... ..
(Diambil dari Catatan Matrikulasi Kejepangan)